Pekerja Pabrik Rokok Didominasi Perempuan
Sekitar 60 persen tenaga kerja perempuan di industri rokok ternyata suaminya tidak bekerja alias penganggur. Mereka terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang sebenarnya lazim menjadi tanggungjawab suami.
”Ini sangat memprihatinkan. Para ibu rumah tangga justru yanghekerja, sedangkan suaminya nganggur di rumah,” kata anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Dewi Aryani MSi saat melakukan kunjungan kerja di sebuah pabrik rokok di Desa Munjung Agung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Senin (7/5).
Dewi Aryani mengutarakan pemerintah harus menciptakan peluang kerja bagi mereka, sehingga para istri bisa mengurus anak-anaknya di rumah. Dewi Aryani meminta pemerintah memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan buruh perempuan yang bekerja di pabrik rokok.
Dewi Aryani didampingi Ketua DPRD Kabupaten Tegal, Rojikin AH juga dialog dengan manajemen perusahaan dan Pengurus Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI). ”Saya sudah dialog dengan MPSI, banyak sekali aspek-aspek ketenagakerjaan, produktivitas perdagangan dan ekonomi daerah yang harus dibahas. Untuk itu saya siap kerja sama serta menjadi motivator atau ibu asuh MPSI,” tegasnya.
Dewi Aryani menandaskan pihaknya akan mendesak pemerintah agar meningkatkan pendapatan dari sektor perusahaan rokok dengan cara menaikkan cukai rokok. ”Rencana menaikkan harga BBM harus dibatalkan. Pemerintah bisa menaikkan cukai rokok sekaligus memberantas mafia rokok tanpa cukai,” tegas Dewi.
Di sisi lain pemerintah harus melindungi industri-industri rokok rakyat yang menggunakan tenaga manusia atau sigaret kretek tangan (SKT), karena di dalamnya banyak tenaga kerja kecil termasuk perempuan. Semua pihak harus apresiasi terhadap perusahaan rokok yang masih mempertahankan pola-pola konvensional, pola-pola lama yang bisa mengakomodir tenaga kerja di daerah yang tidak tertampung. Artikel Pekerja Pabrik Rokok ini dimuat di Kedaulatan Rakyat.
Tidak ada komentar: