Kecelakaan Pesawat Terbang
Cepat Asal Selamat Penuh Konsekuensi | Jatuhnya pesawat Fokker 27 menambah daftar kecelakaan pesawat terbang di Indonesia. Selama ini jenis kecelakaan tak hanya karena jatuh, tapi juga akibat pesawat nyelonong keluar jalur landas pacu saat mendarat, gagal tinggal landas, tergelincir, terbakar dan sebagainya. Pesawat terbang yang mengalami musibah di negeri ini ada yang kecil hingga besar, termasuk helikopter dan pesawat militer.
Pesawat terbang jatuh umumnya merupakan kecelakaan tunggal. Memang pemah terjadi tabrakan pesawat terbang, tapi jumlahnya sangat sedikit, dan ada yang terjadi pada aerobatik pada ‘air show'.
Karena j atuhnya pesawat terbang merupakan kecelakaan tunggal, maka setiap terjadi kecelakaan pesawat terbang selalu dilakukan penelitian, dan sekian banyak penehtian di seluruh dunia menyimpulkan ra-ta-rata 70 persen kecelakaan pesawat terjadi karena “human error’ dan terjadi pada 38 persen perusahaan penerbangan besar, 74 persen pener-bangan komersial serta 85 persen penerbangan umum. Kesalahan utama pada pilot yang membuat keputusan tidak tepat, kurang perhatian dan kesalahan dalam pengendalian pesawat. Salah satu keputusan yang tidak tepat yang sering dilakukan oleh seorang pilot adalah terbang terlalu rendah.
Lazimnya, menjelang pesawat tinggal landas, segalanya diperiksa oleh ‘ground, crew' yang bekerja sama dengan pilot untuk menentukan siap terbang tidaknya pesawat. Jika segalanya dipandang beres, maka pilot menerbangkan pesawat terbang dan menara kontrol di Bandara selalu memantau. Saat di angkasa pilot bisa berhadapan dengan cuaca buruk, kabut, asap tebal akibat kebakaran hutan yang bisa menyebabkan jangkauan pandangan terganggu. Jika menghadapi hal ini pilot bisa mengandalkan tuntunan dari menara kontrol di Bandara. Kalau terjadi salah pengertian antara pilot dengan menara kontrol, bisa terjadi kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat.
Indonesia memiliki Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Negara lain juga punya lembaga demikian, namun di negara maju pun kecelakaan pesawat terbang masih sering terjadi.
Dibanding sarana transportasi darat dan laut, transportasi udara paling rumit. Dari segi akselerasi, transportasi udara paling tinggi, dan saat terbawa kecepatan tinggi memerlukan perhitungan dan kecermatan yang tinggi pada semua komponennya, dan untuk mengendalikan atau mengantisipasi kemungkinan yang terjadi di angkasa, karena angkasa bagian dari dinamika alam.
Pesawat terbang dibuat manusia, diproduksi untuk kebutuhan manusia yang menginginkan kecepatan, dan diterbangkan oleh manusia. Semua manusia juga butuh ‘cepat asal selamat’. Pilot yang punya jam terbang tinggi bukan jaminan keselamatan, terbukti Sukhoi Superjet 100 menabrak gunung Salak, padahal pilotnya sangat berpengalaman dan jam terbangnya tinggi.
Tidak ada komentar: