Indikator Sekolah Unggul

19.03
Bisa dipastikan para orangtua dibuat sibuk dengan datangnya tahun ajaran baru ini. Salah satu kesibukan itu adalah mencarikan sekolah yang terbaik bagi putra-putrinya, yaitu di sekolah unggulan atau favorit. Seperti tahun yang sudah-sudah, tidak sedikit dari mereka yang harus kecewa jika mengetahui anaknya tak diterima di sekolah unggulan yang diinginkan itu. Hal itu bisa disebabkan nilai yang tidak mencukupi standar minimal maupun tidak lolos tes seleksi. Benarkah indikator sekolah unggul itu harus sekolah yang memprioritaskan the best input, yakni yang memi-lih dan menyeleksi siswa yang akan masuk secara ketat. Jika sekolah tersebut hanya menerima siswa yang pandai, lalu bagaimana nasib siswa yang kurang pandai? Bagaimana pula dengan kualitas atau standar pe-nilaian yang hanya menggunakan nilai Ujian Nasional (UN) sebagai acuan? Padahal kecerdasan seseorang tidak bisa dinilai hanya dari segi kognitifnya saja atau sekadar dilihat dari hasil tes formatif. Pada dasamya sekolah unggul bukanlah sekolah yang fokus pada input siswa, melainkan sekolah yang lebih menekankan pada kualitas proses pembelajaran yang secara tidak langsung ditentukan oleh kualitas guru yang mengajar. Karena dalam pembelajaran tidak hanya transfer pengetahuan, tetapi juga transfer value (nilai). Dengan adanya pena-naman nilai dalam pembelajaran diharapkan siswa dapat menerapkannya pada kehidupan sehari-harinya, sehingga ia bisa mengubah dirinya sendiri dari sosok negatif menjadi positif, dari buruk menjadi baik dan dari baik menjadi lebih baik. Hal itu mengacu pada teori yang mengatakan, kecerdasan seseorang itu berkembang, bisa dibentuk, multidimensi dan merupakan proses discovering ability, yaitu proses pembentukan kemam-puan seseorang. Oleh karena itu dalam proses menemukan kecerdasannya seorang anak harus dibantu oleh lingkungannya, baik itu keluarga, sekolah maupun sistem pendidikan yang diimplementasikan dalam negara di mana anak itu tumbuh dan berkembang. Kesimpulannya, sekolah unggul adalah sekolah yang menganggap, semua anak tidak ada yang bodoh, sekolah yang percaya, bahwa setiap anak memiliki kelebihan atau kecenderungan kecerdasan tertentu. Teori ini yang dikemukakan JP Bulrford dan Howard Gardner sebagai teori Multiple Intellegence.  (Athi Rizqiani Mahbubah, Mahasiswa Pendidikan Guru Ml Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.